topbella

Minggu, 04 Desember 2011

Revan Jangan Pergi


Cinta... kata orang ku jatuh cinta kepada dirimu. Mabuk Kepayang, lagu ciptaan dari band favoritku. Ungu. Band Ungu adalah salah satu band favoritku dan sekaligus warna favoritku. Lagu itu selalu terngiang kala HP imutku berdering pertanda ada SMS masuk. Ku ambil Hpku diatas bufet kamarku. Langsung kubaca SMS itu. Cepet bangun sayang uda pagie.... Love you Chika. Ternyata SMS dari orang yang mengisi hatiku selama 1 tahun terakhir ini. Revan, yah itu nama kekasih hatiku yang sangat aku sayangi. Memang setiap pagi Revan selalu membangunkanku. Karena memang aku tukang molor jadi hidup jauh dari orang tua tanpa dibangunkan tiap pagi mungkin aku tidak akan bangun.
2 tahun terakhir memang aku tinggal di Yogyakarta untuk melanjutkan pendidikanku di salah satu universitas ternama di Yogya. Sedangkan orang tuaku tercinta tinggal di kota Metropolitan, Jakarta. Disini aku memilih untuk tinggal dirumah orang tuaku bersama seorang pembantuku. Walupun sebenarnya aku punya tante dan om disini. Tapi aku lebih memilih tinggal sendiri.
Langsung ku ambil handuk di balkon dan menuju kamar mandi. Segaaarrr. Setelah itu aku segera ganti baju dan menuju meja makan. Tak lupa ku balas SMS Revan. Iya sayang aku uda siap mau sarapan... “Mau telor ceplok Mbak?” tanya Mbak Narti, Pembantu kepercayaan Mama yang ikut menemaniku di Yogya. “Iya Mbak aku mau. Tapi setengah mateng aja ya Mbak?” jawabku. I will always love you kekasihku... lagu Ungu Dirimu Satu pun berdering keras. Ada telefon. Tertulis Revanku di layar Hpku. Kuangkat telefon itu. “Assalamu’alaikum, ada apa?”. “Wa’alaikumsalam. Aku jemput ya. Aku pengen ketemu nih. Kangen.” Terdengar suara merdu Revan. “Nanti aja pulang kuliah kamu jemput. Pagi ini aku uda janji dijemput Aii.” jawabku. “Oh, gitu ya. Ya udah deh padahal aku kangen sama kamu.” Ucap Revan. “Maaf ya.” Ucapku. “Ya udah deh. Love you Chika. Assalamu’alaikum.” “Wa’alaikumsalam.” jawabku sebelum menutup telefon. “Ini dek telornya.” kata Mbak Narti yang tiba – tiba muncul dari dapur. “Makasih Mbak.” ucapku. Aku pun melahap habis telur ceplok dan nasi goreng buatan Mbak Narti. Setelah minum, klakson mobil Aii pun berbunyi. Sambil lari aku menuju depan rumah dan menutup pagar lalu masuk ke mobil Aii. “Aduh abis ngapain aja sih lama banget.” kata Aii. “Hei cepet tau.. kamu lagi dapet ya? Pagi – pagi udah sewot.” ucapku dengan nada agak keras. “Iya iya maaf.” jawab Aii. Aii yang sudah biasa menyetir mobil pun dengan cepat membawa kami menuju kampus. Hanya setengah jam kami pun sampai di kampus. Setelah sampai di kelas kami pun mengikuti pelajaran dengan senang. Setelah semua mata kuliah selesai, kami pun pulang.
Revan sudah menunggu di depan kampus. Dia memang sudah hafal jadwal kuliahku. Setelah tersenyum kepadaku ia pun memberi isyarat menyuruhku masuk ke mobilnya. Aku pun tersenyum dan berpamitan kepada Aii yang selalu bersamaku. “Aku duluan yaa, uda dijemput soalnya.” kataku. “Oke jangan macem – macem ya.” ucap Aii sambil tertawa. Aku pun ikut tertawa sambil masuk ke mobil Revan. “Besok ikut aku ke toko buku ya?” tanyaku pada Revan. “Wah aku nggak bisa sayang. Besok aku harus ke Jakarta diajak Mama sama Papa, nggak mungkin dong aku nolak.” Jawab Revan. Ya udah deh kita makan dulu habis itu ikut aku beli buku.” ajakku. “Oke my princess”. Setelah sampai di salah satu mall di Yogya, kita pun menuju food court. Tempat makan yang biasa kita kunjungi. “Kamu pesen apa?” tanyaku. “Aku sama aja sama kamu.” Jawab Revan. “Minumnya?” tanyaku sekali lagi. “Sama juga .” Jwabnya lagi. Kok aneh ya, biasanya kita nggak pernah sama dalam hal makanan sekarang kamu mau ikut aku padahal kamu kan suka pedas dan nggak suka manis sedangkan aku suka manis. Ucapku dalam hati. “Tumben nih ngikut aku, kamu kan nggak suka manis.” Kataku memecah keheningan. “Oh ya harus kan. Kita kan sehati.” Ucapnya sambil tersenyum. Setelah itu kembali hening. Keadaan kembali cair ketika pelayan mengantarkan pesanan kami. Revan pun tidak henti – hentinya menggodaku sampai kami ketawa bersama. Bahkan sepanjang kami makan kami terus tertawa.
Setelah itu kita pun menuju toko buku. Aku mencari buku-buku psikologi yang menjadi bahan tambahan kuliahku. Kali ini juga ada yang aneh dari Revan, padahal dulu dia nggak suka kalau mengantarkan aku membeli buku psikologi. Aku ingat saat dia tahu aku mengambil jurusan psikologi dia pun berkata “Ngapain sih pake ambil psikologi, mau ngurusi orang gila apa”. Tapi sekarang dia bahkan yang memilihkan buku – buku bagus untuk kuliahku. Tak terasa hari sudah malam. Sekitar pukul 19.00 kita memutuskan pulang. Di perjalanan pulang pun Revan tidak henti-hentinya bercanda. Aku bahagia hari itu. Bahkan sangat bahagia. Karena seharian bersama Revan aku dibuatnya tersenyum, tertawa dan serasa selalu dimanjakanya. Setelah sampai di depan rumah aku pun membuka pintu mobil dan berniat turun, namun Revan menarik lenganku. “Habis nyampe rumah aku langsung tidur, biar besok bisa bangun pagi dan nggak ketinggalan pesawat.” Katanya. “Iya nggak apa-apa kok.” Jawabku. “Love You Chika... Aku Sayang Kamu.” Ucapnya seraya menarikku dan mengecup keningku. Aneh. Aku pun tercengang disitu. Setahun kita pacaran dia nggak pernah pegang aku bahkan cium aku pun sangat mustahil. Dia selalu menjaga prinsip-prinsip dan kaidah islam. “Love You too Revan. Aku juga Sayang kamu” jawabku. Aku pun keluar dengan penuh tanya. Setelah itu Revan memberikan senyumannya. Senyum paling manis yang kurasa selama setahun kita bersama. Aku pun membalas seyumnya dan melambaikan tangan.  Ada apa dengan Revan? Pertanyaan yang memenuhi otakku. Setelah itu aku masuk kamar, mencharge HP yang dari tadi low bat dan mandi. Setelah itu aku pun segera tidur dan terlelap.
Tak terasa pagi pun datang. Aku terbangun saat Mbak Narti membuka jendela kamarku. Aku pun tertegun karena tak kudengar Hpku berdering. Setelah bangun dari tempat tidur aku pun mengecek Hpku. Ternyata off. Semalaman Hpku kumatikan. Setelah aku buka, aku pun menuju kamar mandi untuk mandi. Setelah itu aku ganti baju dan mendengar 2 kali lagu Ungu Mabuk Kepayang Berbunyi. 2 SMS dari Revan. SMS yang pertama : Pagi sayang... cepet bangun uda pagi... dan SMS yang kedua : ChiKaku Sayang pesawatku mau terbang... tunggu aku di bandara besok pagi jam 07.00... I will always love you Chika. Revan ingin aku jemput di bandara? Nggak mungkin. Jelas dia tau kalau aku nggak berani dan benci lihat pesawat. Gara – gara pesawat Kakek yang paling aku sayang ninggalin aku buat selamanya. Kok dia nyuruh aku jemput di bandara.
Aku pun terus memikirkan tentang Revan sampai – sampai aku melamun. Mbak Narti yang sedang membersihkan rumah pun mengagetkan ku dengan menepuk bahuku. “Hayo dek pagi – pagi nggak boleh ngelamun, kasihan itu lho tivinya di biarin.” Kata Mbak Narti. “Iya iya Mbak, eh Mbak berapa jam sih Yogya – Jakarta kalo naik pesawat?” tanyaku. “Aduh dek masak nggak tau. Walopun takut pesawat tapi kan ya harus tau berapa lama perjalanan jakarta ke Yogya.” Jawab Mbak Narti. “Berapa lama kok Mbak? Aku beneran nggak tau. Males banget bahas tentang pesawat.” Ucapku. “Kira-kira 45 menit dek”. Kata Mbak Narti sambil tersenyum. Berarti 45 menit lagi aku harus menghubungi Revan. Ucapku dalam hati.
Aii pun datang ke rumah setelah ku SMS kalo aku butuh teman. “Tumben sih nyuruh aku kesini. Revan kemana? Biasanya kan kalo libur gini kalian sering maen bareng.” tanya Aii. “Dia ke Jakarta.” jawabku datar. “Ngapain? Kok tumben.” tanya Aii lagi. “Nggak tau. Katanya di ajak ortunya” jawabku. Seperti biasa Aii si tukang penghancur rumah pun menuju dapur dan mengobrak abriknya. Ia ingin buat kue bersama Mbak Narti. Aku pun tak memperdulikan kesibukan mereka. Layar TV dan layar HP yang aku pandangi. Tak terasa sudah 2 jam lebih aku menonton TV. Aku pun bergegas mencari nama Revanku di kontak Hpku dan menelefon dia. Nihil. Hpnya tidak aktif. Kucoba beberapa kali tetap tidak aktif. Aku pun mulai cemas dan memanggil Aii.” A’ uda lima jam lebih dari SMS dia yang bilang dia mau terbang, seharusnya kan dia uda landing dan nyampe jakarta. Tapi kenapa Hpnya nggak aktif?” tanyaku cemas. “Sabar dia masih sibuk mungkin. Udah jangan cemas. Dia kan pergi sama orang tuanya jadi jangan khawatir.” ucap Aii menenangkanku. Tiba – tiba lagu Dirimu Satu punberdering keras dari Hpku. Aku pun berlari menuju sofa berharap itu telepon dari Revan. Ternyata dari Mama. “Iya ma, ada apa?” tanyaku. “Kak Indah hari ini tunangan sayang?” ucap Mama dari seberang. “Gitu ya ma? Maaf banget Chika nggak bisa pulang. Besok ada UTS ma.” Kataku. “Ya sudah nggak apa-apa pokoknya hari ulang tahunmu bulan depan kamu harus pulang ya?” ucap Mama. “Iya ma pasti, ya udah aku mau makan dulu ma. Laper. Love you mom...?” “Love you too sayang.” Jawab Mama. Memang sengaja aku cepat – cepat menutup telepon Mama agar Mama tidak tahu kalo aku sedang cemas karena tak terasa aku sudah meneteskan air mata. Tiba – tiba Kak Indah menelponku, Kakak yang paling aku sayang. “Halo Kak?” ucapku. “Hai adekku sayang, bulan depan pulang ya? Pas ulang tahunmu aku nikah.” kata Kak Indah di telepon. “Iya Kak pasti. Emh. Siapa nih calonnya? Kok nggak cerita – cerita.” tanyaku. “Heii inget nggak dulu janji kita kalo masalah cowok itu privasi masing-masing. Hehehe biarin siapa suamiku ntar jadi kado di ulang tahunmu. Kamu kenalan sendiri sama dia.” jawab Kak Indah. “ Iya iya. Udah ya aku mau makan dulu Kak. Luaper nih.” Tanpa menunggu ia menjawab kata – kataku, aku pun mematikan telepon. Memang aku dan Kakakku sangat dekat tetapi kami punya prinsip kalu masalah cinta dan cowok itu masalah yang sangat privasi. Jadi selama ini aku pun nggak tahu Kakakku pacaran sama siapa saja begitupun Kakakku nggak tahu aku pacaran sama siapa saja.
Hari itu serasa hari yang paling menyedihkan di hidupku bersama Revan. Aku pun masuk kamar dan bolak balik menghubungi dia. Tapi tetap aja HP off. Aku pun memutar lagu Last Child yang berjudul Pedih di Mp3ku sampai aku tertidur pulas. Sampai – sampai aku tidak tahu saat Aii pulang.
Pagi hari aku pun bangun tanpa di bangunkan Revan tak ada satupun telepon atau SMS dari dia. Ada apa sama dia Tuhan? Ucapku dalam hati. Aku pun menjalani hari – hari seperti biasa namun tanpa Revan. Sepulang kuliah aku kuberanikan diri menuju bandara demi Revan. Aku nggak tahu kapan tepatnya Revan pulang. Tiap ku hubungi Hpnya selalu off. Setiap ada pesawat dari Jakarta landing aku pun mendekati walupun sebenarnya aku takut. Sampai malam aku menunggu di bandara tapi tak ada Revan. Akhirnya aku pulang dan menangisi fotoku dan Revan. Aku sayang Revan Tuhan. Kembalikan dia padaku. Ku mohon. Sambil memeluk boneka dari Revan aku terus menangis. Hampir tiap hari itu yang aku lakukan sampai 3 hari setelah Revan ke Jakarta dia menelponku. “Halo sayang, maaf aku benar-benar sibuk dengan pekerjaanku. Sepulang dari jakarta banyak sekali kerjaan.” ucapnya. “Iya nggak apa – apa sayang, aku mohon kalo kamu benar-benar sibuk tolong kabari aku ya, biar aku nggak cemas.” pintaku. “Iya sayang. Aku sayang kamu Chika. Love you forever.” Katanya sebelum menutup telepon. Aku sangat bahagia karena Revan baik – baik saja. Setelah itu hubungan kami sangat baik. Bahkan Revan sangat menyayangiku dan membahagiakan aku. Aku pun sebaliknya.
Sebulan kemudian tepat sehari sebelum ulang tahunku dan saat dimana aku benar – benar sayang dia dan aku tidak ingin kehilangan dia lagi seperti saat ia pergi ke Jakarta bulan lalu, dia bilang kalau dia juga ingin ke Jakarta. Saat ku tanya untuk apa dia tidak ingin jawab dan merunduk. Akhirnya aku pun mengalihkan pembicaraan. Kita pun terbawa arus cinta yang sangat bahagia. Sore itu Revan mengantarku dan Mbak Narti ke stasiun. Maklum aku takut pesawat jadi aku memilih kereta untuk ke Jakarta. Sekali lagi dia memunculkan keanehan seperti sebulan lalu. “ChiKaku sayang, hati hati di kereta nanti. Aku nggak mau orang yang aku sayang kenapa – napa. Kita bertemu besok di Jakarta. Aku tunggu kamu di suatu tempat besok aku hubungi sayang. Jangan lupa berdo’a dan sholat. Hanya Tuhan yang selalu jaga kamu, suatu ketika aku bisa nggak jaga kamu lagi karena nggak ada yang abadi sayang.” Ucap Revan. Setelah itu dia tiba – tiba memegang tanganku dengan erat sambil berkata “Love You Chika. Tuhan pasti menyatukan kita nanti di surga.” Ucapnya sambil mencium keningku. Anehnya aku tak membalas satu katapun dari Revan aku hanya tersenyum sambil melepas tanganku dan menuju kereta. Tak ku lepas pandanganku ke Revan sampai kereta yang ku naiki berjalan. Walaupun sebenarnya hatiku terasa sakit ketika dia berucap seperti itu. Apa Revan akan meninggalkanku? Pikirku. Tiba – tiba aku menangis sambil memeluk boneka dari Revan dan akhirnya tertidur. Mbak Narti membangunkanku saat kereta telah sampai. Ternyata aku terlelap semalaman. Kata Mbak Narti semalam aku mengigou menyebut nama Revan. Aku pun teringat kata – kata Revan sebelum aku berangkat kemarin.
Kami pun berjalan ke depan stasiun dan ternyata sopir keluargaku sudah menunggu. Selanjutnya aku pun pulang ke rumah. Setelah sampai di rumah aku pun sempat kaget karena rumahku terlihat sangat cantik hari itu, wajar Kak Indah kan mau nikah. Setelah bertemu Mama, Papa, Kak Indah dan seluruh keluarga besarku aku pun menuju ke kamar belakang dekat kolam renang. Tempat spesial saat aku kalut seperti ini. Aku juga sudah bilang ke semua keluargaku kalau aku tidak ingin di ganggu hari itu. Kak Indah pun tidak peduli karena dia biasa tanpa aku, termasuk saat pernikahannya. Aku terus mencoba menghubungi Revan tapi off Hp dia. Ake kangen Revan. Itu yang ku ucap terus dalam hati. Ku peluk erat boneka dari Revan. Sampai akhirnya sore pun tiba. Saat semua acara pernikahan Kakakku tercinta selesai. Kak Indah pun menemui aku dan dan menutup mataku yang sembab karena menangis seharian dengan kain. Ia berkata kalau di ruang tengah ada surprise buat aku. Aku berjalan dari belakang dengan Kak Indah. Mama pun memanggilku “Aulia.. sini sayang”. Setelah aku merasa ada di kerumunan orang banyak Mama pun membuka mataku. Pelan-pean mataku kubuka. Semua orang pun berteriak “Surprise”. Setelah mata ku buka. Terlihat Mama dan Papa di sampingku dan kue tart di depanku. Semua orang bersorak sorai menyanyikan happy birthday dan di samping kue ada Kak Indah dan suaminya yang baru menikahinya tadi pagi. Suaminya terlihat tidak terlalu bahagia namun Kak Indah sangat bahagia. Ku pandangi dan ku dekati suami Kak Indah itu dia pun memandangku dengan raut wajah sedih. Dan setelah tampak jelas siapa suami Kak Indah aku pun serasa seperti disambar petir dan ingin pingsan. Dia adalah Revan. Revanku yang sangat aku sayangi. Tak terasa air mata berlinang di wajahku dan ingin rasanya aku teriak tapi aku tak kuasa. Badanku lemas tak berdaya bahkan hampir pingsan. Tiba-tiba Mama memegangiku, aku pun berusaha menyeka air mata yang terus membanjiri mata sembabku. “Kamu nangis sayang?” tanya Mama. “Nggak kok ma aku bahagia sekali. Kak Indah pandai memilih suami. Ganteng” ucapku sambil menyeka air mata. “Kalau Papa dan om Ferdi tidak berinisiatif menjodohkan anak-anak kita, pasti Indah nggak akan dapat orang seperti Revan.” Ucap Papa. “Ya walaupun terlalu cepat karena mereka hanya ketemu sebulan yang lalu, dan hari itu juga bertunangan lalu sekarang menikah, mereka enjoy-enjoy aja.” Tambah Mama. Enjoy? Hello dia milikku. Dia orang yang aku sayang. Sangat aku sayang. Inikah kado ulang tahun terIndah untukku. Bukan! Ini kado terburuk untukku. “ini lho nak Revan adiknya Indah, namanya Chikita Aulia. Dia juga tinggal di Yogya untuk kuliah.” Ucap Mama. Aku nggak tahu kalo itu kamu sayang. Aku uda terlanjur nikah sama Indah. Aku nggak bisa apa-apa sayang. Ucap Revan dalam hati. “Aku juga uda kenal dia ma. Namanya Revan Andhika. Dia seorang pengusaha sukses. Dulu aku pernah interview dia.” Kataku sambil menahan airmata yang jatuh. Setelah aku memotong kue dan memberinya ke Mama, Papa,dan Kak Indah lalu Kak Indah menyuapkanya ke suaminya. Aku pun berlari ke belakang rumah dan menangis sekencang kencangnya. Ini kah Tuhan yang di bilang Revan Kau akan menyatukan kami di surga? Kenapa harus sesadis ini Tuhan. Aku nggak mungkin mengambil Revan dari Kakakku. Sakit Tuhan. Di belakngku aku merasa ada bayangan sesorang yang membuntutiku. Ku toleh tak ada siapa-siapa. Aku pun menangis dan berkata “ Aku nggak ikhlas Revan tapi aku nggak bisa apa – apa. Revan please kembalilah.” Aku pun tiba – tiba menoleh bayangan di belakangku. Karena terdengar suara isakan, aku takut itu Kak Indah. Ternyata Revan. Dia juga menangis di belakangku dan mendekatiku seraya berkata “Firasatku benar, aku ke jakarta bulan lalu bersama orang tuaku adalah karena aku dijodohkan. Aku sudah berusaha menolak tapi Mama menangis. Aku juga nggak tahu kalau adik dari Indah adalah kamu. Mereka bilang namanya Aulia bukan Chika. Maafin aku. You will be my princess Chika forever. Aku sayang kamu Chika.” Ucap Revan. “Nggak apa- apa walaupun aku belum ikhlas tapi kamu harus sayangi Kak Indah. Hubungan kita cukup sampai sini aja. Aku maafin kamu Revan. Memang namaku dirumah Aulia bukan Chika. You are the lucky boy because you get my sister. Bahagiain dia jika kamu sayang aku.” Ucapku sambil mengisakkan tangis.

0 komentar:

Posting Komentar

Mengenai Saya